SEJARAH JEPARA
Setiap daerah pasti memiliki sejarahnya masing-masing
disertai dengan kisah-kisah serta tokoh-tokoh. Begitu pula dengan kota Jepara
memiliki sejarahnya sendiri. Jepara merupakan salah satu kota tua yang berada
di Pulau Jawa. Dalam perjalanan Tom Pires di pantai utara Pulau Jawa pada tahun
1513-1517, ia mengemukakan bahwa pada tahun 1470 Jepara merupakan salah satu
kota pantai yang baru dihuni sekitar 100 orang dibawah pimpinan Aryo Timur. Sekalipun
masih bagian dari kerajaan Demak, namun Aryo Timur berhasil mengembangkan kota
kecil ini menjadi sebuah bandar di pesisir utara Pulau Jawa. (Suma Oriental,
oleh “Tome Pires”).
Ada 3 lagi sejarah yang terkenal di kota Jepara, Ratu
Shima, Ratu Kalinyamat, dan R.A. Kartini. Meskipun secara archeologis dan
historis para ahli sejarah belum bersepakat, tetapi masyarakat Jepara meyakini
bahwa Ratu Shima pernah berkuasa di Jepara sekitar abad VII memimpin kerajaan
Kalingga. Kerajaan ini diyakini berada di daerah yang sekarang bernama Keling. Beberapa
peninggalan berbau budaya Hindu seperti Yoni, perhiasan dan candi ditemukan di
Keling sebagai bukti adanya kerajaan Kalingga tersebut.
Sejarah selanjutnya yaitu Ratu Kalinyamat yang memimpin
Jepara pada 1549-1579. Ratu Kalinyamat yang sebelumnya bernama “Retno Kencono”
adalah istri dari Pangeran Hadirin. Retno Kencono memimpin Jepara menggantikan
suaminya yang terbunuh oleh Arya Panangsang sabagai akibat perebutan kekuasaan
di Demak. Pelantikan Ratu Kalinyamat dicatat dalam Candra Sengkala “Trus Karya
Tataning Bumi”,diperkirakan pada tanggal 12 Robiul Awal 956 H atau 10 April
1549. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Jepara,
berdasarkan Perda Nomor 9 tahun 1988.
Sejarah yang terakhir adalah R.A. Kartini. Ia adalah
putri dari R.M.A.A. Sosroningrat, Bupati Jepara pada tahun 1881, dan M.A.
Ngasirah. Ia lahir pada 21 April 1879, tanggal kelahirannya ini diperingati
sebagai Hari Kartini. Perannya yang begitu besar terhadap perjuangan membela
hak-hak perempuan menjadikan R.A. Kartini dikenal sebagai pahlawan emansipasi
wanita. Tulisan-tulisannya yang terkumpl dalam “Door Duisternis tot Licht”
susunan Abendanon yang diterjemahkan Armyn Pane dengan judul “Habis Gelap
Terbitlah Terang” menjadi bukti perjuangannya